KONTESTASI PEREMPUAN ARAB MASAIKH BANGIL DALAM PERNIKAHAN ANTAR ETNIS

Symbolic Contestation Bangil Masaikh Arabian Women Inter-Ethnic Marriage Pierre Bourdieu

Authors

December 7, 2017

Downloads

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi perempuan Arab Masaikh Bangil pada pernikahan antar etnis yang telah dilakukannya. Studi ini berfokus pada perempuan Arab Masaikh Bangil yang arena masyarakat Arabnya termasuk mayoritas serta memiliki hegemoni yang kuat akan doksa dalam  sistem pernikahan perempuan Arab. Faktanya, peneliti menemukan dua perempuan Arab Masaikh yang dianggap melakukan perlawanan terhadap doksa pernikahan perempuan Arab dengan menikahi pria dari etnis Jawa. Dengan menggunakan konsep kontestasi simbolik yang dikenalkan oleh Pierre Bourdieu, ditemukan bahwa kedua perempuan tersebut menggunakan strategi akumulasi modal sosial dan kultural diantaranya guna memenangkan pertaruhan. Namun, akumulasi modal tersebut ternyata tidak cukup untuk menempatkan posisi kedua perempuan tersebut untuk memenangkan pertaruhan. Oleh karenanya, ditemukan bahwa kedua perempuan tersebut ternyata juga mengikuti aturan otonomisasi arena kultural Arab masyarakat Bangil untuk mendapatkan kapital simbolik. Lebih jauh, kedua perempuan tersebut dapat pula dikatakan mengikuti arus aturan permainan dan tidak berhasil melakukan perlawanan.

Kata-Kata Kunci: Kontestasi Simbolik, Perempuan Arab Masaikh Bangil, Pernikahan Antar Etnis, Pierre Bourdieu

 

Abstract: This research aims to examine the strategies of Masaikh Arabian Women in Bangil in terms of their inter-ethnic marriages. This study focuses on Masaikh Arabian Women in Bangil, since this arena has been known for having Arabian as majority as well as their strong hegemony toward the doxa of Arabian women marriage system. In fact, the researchers found two Masaikh Arabian Women who have known for their resistances toward the doxa by marrying a man from Javanese. By using the symbolic contestation introduced by Pierre Bourdieu, this study found that the strategies of both women concern on accumulating the social and cultural capitals to be used for gaining position in the arena. Yet, those accumulated capitals were not enough to gain a position and acknowledgement as well in the arena. Hence, it is found that both women have followed the autonomous rules of Bangil Arabian cultural arena by focusing on gaining the symbolic capital. Furthermore, both women were also found that they were not successful in opposing the system within the arena.

Keywords: Symbolic Contestation, Bangil Masaikh Arabian Women, Inter-Ethnic Marriage, Pierre Bourdieu