Implikasi Putusan Mk Nomor 68/Puu-XV/2017 Terhadap Jaksa Penuntut Umum Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Anak Berhadapan dengan Hukum Penahanan Perlindungan Hukum Penegak Hukum.

Authors

  • Lutfia Nazla
    khansazhafiranazmi@gmail.com
    Universitas Airlangga, Indonesia
May 13, 2019

Downloads

Dalam penyelesaian anak yang berhadapan dengan hukum untuk lebih melindungi dan mengayomi anak diberlakukan pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan  Pidana Anak (SPPA) dengan kebijakan diversif sebagai bentuk keadilan restoratif. Aturan ini selaras dengan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child).  Konvensi tahun 1989 ini telah diratifikasi oleh lebih 191 negara, termasuk Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, seterusnya lahir peraturan perundangan lain yang berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interest of the Child). Aturan itu antara lain dengan pendekatan diversif sebagai bentuk keadilan restoratif. Di sisi lain ada ancaman terhadap penegak hukum berupa sanksi pidana apabila tidak melakukan diversi terhadap perkara yang wajib diversi sebagaimana diatur Pasal 99, pasal 100 dan Pasal 101 UU SPPA. Namun pasal tersebut telah dibatalkan MK pada Maret 2013 melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XV/2017 sebagai bentuk perlindungan terhadap penegak hukum yang bekerja melaksanakan tugasnya. Ini bukan berarti tidak melaksanakan prinsip diversi karena penjatuhan hukuman adalah termasuk dalam bagian pembinaan anak itu sendiri. Jurnal ini menguji Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi nomor 68/PUU-XV/2017 terhadap penuntut umum