Perbandingan Terapi Kombinasi Laser CO2-Injeksi Triamsinolon dengan Injeksi Triamsinolon Monoterapi pada Keloid

Keloid laser CO2 fraksional triamsinolon

Authors

  • Brama Rachmantyo Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia
  • M. Yulianto Listiawan
    yuliantowawan@yahoo.com
    Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia
  • Dwi Murtiastutik Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia
  • Willy Sandhika Departemen/Staf Medik Fungsional Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya, Indonesia
September 9, 2018

Downloads

Latar Belakang: Keloid adalah hiperplasia jinak dari jaringan fibrosa kulit. Gambaran histopatologi menunjukkan fibroblas dan serat kolagen yang berlebih. Prevalensi pasien keloid di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah 1,4% (tahun 2013), 1,6% (tahun 2014), dan 1,5% (tahun 2015). Angka kekambuhan keloid pascaterapi injeksi triamsinolon mencapai 33% dalam 1 tahun. Laser CO2 dengan mode kontinu yang diikuti dengan injeksi triamsinolon memiliki efektifitas yang lebih baik dibanding injeksi triamsinolon monoterapi, dengan angka kekambuhan 15,4%. Laser CO2 mode fraksional memiliki masa penyembuhan lebih cepat daripada mode kontinu, karena ablasi terbatas hanya pada microscopic treatment zone (MTZ). Terapi kombinasi laser CO2 fraksional dan injeksi triamsinolon memadukan efek fototermolisis selektif dan efek antimitotik. Tujuan: Mengetahui efektifitas terapi kombinasi laser CO2 fraksional dan injeksi triamsinolon terhadap pasien keloid. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis terbuka yang membandingkan terapi kombinasi laser CO2 fraksional dan triamsinolon asetonid intralesi (perlakuan) dengan terapi tunggal triamsinolon intralesi (kontrol) pada pasien keloid. Hasil: Penelitian ini melibatkan 26 pasien keloid, 13 pasien kelompok kontrol dan 13 pasien kelompok perlakuan. Penurunan tinggi keloid yang signifikan terjadi pada kelompok kontrol dan perlakuan (p=0,005 dan p=0,000), tetapi selisih penurunan tinggi keloid antara kedua kelompok tidak signifikan (p=0,598). Penurunan kepadatan fibroblas pada kelompok kontrol terjadi secara signifikan (p=0,016), tetapi pada kelompok perlakuan meningkat tidak signifikan (p=0,958). Peningkatan kepadatan fibroblas dapat dikarenakan penyusutan kolagen, sehingga fibroblas tampak semakin padat. Simpulan: Terapi injeksi triamsinolon asetonid yang dikombinasi dengan laser CO2 fraksional belum memberikan dampak yang lebih baik daripada terapi tunggal injeksi triamsinolon.

Most read articles by the same author(s)

<< < 2 3 4 5 6 7