Kewenangan Mediator Pegawai Negeri Sipil Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Kewenangan Mediator Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Authors

  • Sapta Imtinan Akmal Partner Suarez YY & Associates Advocates & Legal Consultan, Indonesia
  • Juwita Sarri
    juwita.sarri-2019@fh.unair.ac.id
    Mahasiswa Pascasarjana Universitas Airlangga, Indonesia
  • Yanto Yunus Senior Partner Suarez YY & Associates, Indonesia
February 18, 2022

Downloads

Abstract
Authority is a legitimation for every state apparatus activity, include the mediator of industrial dispute resolution. The mediator authority is described in Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.17/ 2014. In this act, described that mediator has an obligation to solve industrial dispute in 30 days. But, in case, the limit of the process is over 30 days. In this research, will be describe is the public emlopyee mediator in indutrisal dispute resolution still have legitimate to do the mediation more than 30 days. The approach that used in this resedarh is conceptual approach dan the statute approach.The result of the research is the mediator authority is a mandate,that is a given task from Ministry of Labour and Transmigration. So that will make the legal impact if its authority is not used based on the rules.The legal impact from this problem are, besides the administrative sanction, also impacted to the legal product, make these legal product, either the judicial act or the collective bargaining agreement illegitimate, which can make the negative impact for every parties in industrial dispute resolution. But, there is a phrase without the illegitimate reason, which need to reinterpreted again and make the mediator whom do their authority more than 30 days is not be able to be sanctioned.

Keywords: Authority; Mediator; Industrial Dispute Resolution.

Abstrak
Kewenangan merupakan dasar setiap tindakan aparatur pemerintahan, termasuk mediator penyelesaian hubungan industrial. Kewenangan mediator dijelaskan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2014. Di dalam Peraturan tersebut dijelaskan bahwa Mediator berkewajiban untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam jangka waktu paling lama 30 hari. Namun, tak jarang, batas waktu penyelesaian tersebut melebihi 30 hari. Dalam penelitian kali ini, akan dibahas apakah mediator pegawai negeri sipil pada dinas ketenagakerjaan masih berwenang melakukan mediasi setelah melewati batas waktu 30 hari kerja yang telah ditentukan secara limitatif tersebut. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian diperoleh bahwa kewenangan mediator pegawai negeri sipil dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial merupakan mandat, yang mana merupakan amanat langsung dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kewenangan Mediator Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial terikat pada batas masa tertentu, batas tertentu dan terikat pada ketentuan hukum tertentu, sehingga akan membawa implikasi yuridis apabila tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Implikasi yuridis dari lewat batas waktu ini, selain pengenaan sanksi adminitratif bagi mediator, juga berdampak pada produk hukum yang dihasilkan, baik risalah maupun perjanjian bersama, yaitu menyebabkan produk hukum tersebut tidak sah. Keadaan ini tentunya malah akan membuat kerugian bagi para pihak yang bersengketa dalam Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial. Namun, masih terdapat frasa tanpa alasan yang sah, yang mana frasa tanpa alasan yang sah ini membuat tidak bisanya pengenaan sanksi adminitratif kepada mediator yang lewat waktu selama 30 hari dalam menjalankan kewenangannya.

Kata Kunci: Kewenangan; Mediator; Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.