PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA PEMILU SERENTAK TAHUN 2019 DI KABUPATEN BUTON: MALPRAKTEK PEMILU DI TINGKAT TEMPAT PEMUNGUTAN SUARA

Pemilu demokratis malpraktek pemilu pemungutan dan penghitungan suara

Authors

  • Awaluddin Awaluddin
    awaluddin-2017@fisip.unair.ac.id
    Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
September 16, 2021
 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk malapraktek Pemilu yang terjadi pada proses pemungutan dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dalam penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2019 di Kabupaten Buton. Selain itu, studi ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi faktor apa yang mempengaruhi terjadinya Malapraktek Pemilu di Kabupaten Buton, focus pada proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah description research. Sumber data dalam penulisan tesis ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil wawancara dan hasil observasi. Wawancara terstruktur dilakukan kepada penyelenggara Pemilu di Kabupaten Buton dalam hal ini anggota Bawaslu, KPU, PPK, PPS dan KPPS. Sedangkan observasi pada proses pemungutan dan penghitungan suara dilakukan di 2 (dua) TPS berbeda yakni TPS 001 Desa Bungi, dan TPS 004 Kelurahan Kombeli. Sementara itu, data sekunnder berupa data pemilih, data hasil pemungutan dan penghitungan suara, data rekapitulasi hasil penghitungan suara, surat, serta regulasi terkait proses pemungutan dan penghitungan suara. Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis denga cara mereduksi, menyajikan dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan adanya malapraktek Pemilu pada proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS berupa ghost voters, double voting, penulisan fomulir C1 yang tidak akurat, manipulasi perolehan suara peserta Pemilu, kekurangan logistik, data pemilih yang tidak akurat, pemungutan suara yang tidak memberikan kenyamanan bagi semua kelompok pemilih serta pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara dalam taraf tertentut tidak transparan dan tidak akurat. Sementara faktor yang mempengaruhi terjadinya malapraktek berupa beban kerja yang berat, minimnya kompetensi petugas KPPS, regulasi yang berubah-ubah dan tidak berkepastian hukum, saksi peserta Pemilu kurang memahami tugas dan perannya di TPS, dan jumlah logistk yang banyak.