Sewa Guna Usaha Pesawat Udara Menurut Konvensi Cape Town 2001 dan Implementasinya dalam Hukum Nasional
Downloads
Jumlah peminat pesawat udara terus meningkat tiap tahunnya jika dibandingkan dengan transportasi lainnya. Dengan meningkatnya peminat pesawat udara, timbul suatu kewajiban bagi perusahaan maskapai penerbangan untuk terus meremajakan pesawat udara dengan memperbarui armadanya demi menunjang dan menjaga kualitas jasa yang diberikan. Berbeda dengan jenis transportasi lainnya, pesawat udara merupakan objek yang bersifat padat modal, yang dimaksud dengan padat modal adalah untuk pengadaan dan biaya operasionalnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Berdasarkan fakta ini, selain jual-beli dan sewa menyewa terdapat beberapa pilihan jenis perjanjian baru banyak yang lebih dimanfaatkan oleh maskapai penerbangan. Sebagai contoh, menggunakan transaksi melalui sewa guna usaha pesawat udara. Namun, dari konvensi internasional dan peraturan nasional, belum ditemukan adanya pengaturan yang spesifik mengatur mengenai sewa guna usaha pesawat udara. Kemudian, perlindungan hukum dengan cara pemberian hak jaminan kebendaan bagi para pihak dalam sewa guna usaha pesawat udara juga perlu untuk ditelusuri kembali, guna mewujudkan keadilan dan kepastian hukum dalam berkontrak. Dalam rangka menjawab permasalahan tersebut, Peneliti menggunakan tipe penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Dalam penelitian ini, Peneliti mencoba membahas ketentuan-ketentuan khusunya mengenai sewa guna usaha pesawat udara yang ada di dalam Konvensi Cape Town 2001 dan menghubungkannya dengan hukum nasional. Selain itu, peneliti akan membahas mengenai pengaturan terkait perlindungan hak jaminan kebendaan yang diberikan kepada para pihak apabila terjadi pailit atau cidera janji (wanprestasi). Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa belum ada aturan nasional mengenai sewa guna usaha dan hak jaminan kebendaan atas pesawat udara.
Buku
Donal Patrick Hanley, Aircraft Operating Leasing”A Legal and Practical Analysis in The Context of Public and Private International Air Law (Wolters Kluwer Law&Business 2012).
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Kencana Prenada Media 2005).
Prita Amalia, Industri Penerbangan di Indonesia (Refika Aditama 2016).
Jurnal Roy Goode, ‘The International Interest as an Autonomous Property Interest', (2004) I European Review of Private Law.
Saiful Anam & Partners, ‘Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) dalam Penelitian Hukum', (2017) 28 Legal Opinion.
<https://www.saplaw. top/pendekatan-perundang-undangan-statute-approach-dalam-Penelitianhukum/>.
Laman
Ngobrolin Hukum, ‘Pendekatan Dalam Penelitian Hukum' (Ngobrolin Hukum 2013) <https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/12/16/pendekatandalam-penelitian-hukum/>, accessed on 27 Juni 2019.
Ireland Ibec, ‘Iris Advantage – Reasons for choosing Ireland as a destination', (Aircraft Leasing Ireland Ibec 2018) <https://www.aircraftleasingireland.ie/Sectors/ALI/ALI.nsf/vPages/ Aircraft_leasing_in_Ireland~irish-advantage!OpenDocument>, accessed on 10 Mei 2019.
Adi Prakoso Bintang, ‘Konvensi Cape Town 2001' (SCRIBD 2018) , accessed on 15 Desember 2018.
International Aircraft Registry, ‘International Registry of Mobile Assets)' .
Peraturan Konvensi Cape Town 2001 dan Protokol dari Konvensi Cape Town 2001.
Lampiran Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2007.