Keterangan Saksi dengan Gangguan Jiwa Sebagai Alat Bukti di Pengadilan
Downloads
Abstract
Witness testimony is evidence tool in the first sequence in the Criminal Procedure Code (KUHAP) so it can be said there is no criminal case which escapes from the proof of witness testimony. The legal requirement for a witness's statement is when a witness takes an oath. However, in article 171 letter b of the Criminal Procedure Code (KUHAP) states that a person may give testimony without swearing, that is, a person who has memory loss or mental illness, although sometimes his memory is back. In psychology is referred to psychopaat, but the information given cannot be justified perfectly and his information is only used as a guide or additional legal evidence tool as long as it is compatible with legal evidence tool. This study uses the typology of doctrinal research with a legislation approach, conceptual approach, and case approach. Witness testimony given without the oath is considered not a valid evidence but is used as an adjunct to perfect the strength of legal evidence tool because it can strengthen the judge's conviction.
Keywords: Evidence Tool; Witnesses; Mental Disorder; Responsibility.
Abstrak
Keterangan saksi merupakan alat bukti pada urutan pertama dalam KUHAP sehingga dapat dikatakan bahwa tiada suatu perkara pidana yang luput dari pembuktian keterangan saksi. Syarat sah keterangan saksi adalah ketika seorang saksi mengucapkan sumpah. Namun pada pasal 171 huruf b KUHAP menyatakan bahwa seseorang boleh memberikan keterangan tanpa sumpah yaitu orang yang mengalami sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya kembali dalam ilmu penyakit jiwa disebut dengan psychopaat, tetapi keterangan yang diberikan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dan keterangannya hanya dipakai sebagai petunjuk atau tambahan alat bukti sah asalkan berkesuaian dengan alat bukti sah. Penelitian ini menggunakan tipologi penelitian doktrinal dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Keterangan saksi yang diberikan tanpa sumpah dinilai bukan merupakan alat bukti yang sah namun digunakan sebagai tambahan untuk menyempurnakan kekuatan pembuktian alat bukti yang sah karena dapat menguatkan keyakinan hakim.
Kata Kunci: Alat Bukti; Saksi; Gangguan Jiwa; Tanggungjawab.
Buku
Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana di Indonesia (Ghalia Indonesia 1987).
Didik Endro Purwoleksono, Hukum Acara Pidana (Airlangga University Press 2015).
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kitab Hukum
Acara Pidana, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan
Peninjauan Kembali (Sinar Grafika 2002).
Rusdi Maslim, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa,Rujukan Ringkas PPDGJIII,
(PT Nuh Jaya 2003).
Tolib Effendi, Dasar Dasar Hukum Acara Pidana Perkembangan dan
Pembaharuan di Indonesia (Setara Press 2014).
Laman
Tri Jata Ayu Pramesti, ‘Sanksi Bagi yang Mencabuli Penderita GangguanMental', (2014)<https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt548c6c128c014/sanksi-bagi-yang-mencabuli-penderita-gangguan-mental/> dikunjungi pada 3-08- 2019.
Jurnal
RR.Putri A. Priamsari, ‘Hukum yang Berkeadilan Bagi Penyandang Disabilitas' (2019) Jurnal Kejaksaan Negeri Temanggung.
Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (Lembar Negara Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembar Negara Nomor 3209).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1966 (Tambahan Lembar
Negara Nomor 2805) juncto 18 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa (Tambahan Lembar Negara Nomor 5571).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165,
Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 3886).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 (Tambahan Lembar
Negara Nomor 5063) juncto Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Kesehatan (Tambahan Lembar Negara Nomor 5607).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang
Disabilitas (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
, Tambahan Lembar Negara Nomor 5871).
Putusan Pengadilan
Putusan pengadilan Negeri Oelemasi Nomor 190/Pid.b/2012/PN.Olm.
Putusan pengadilan Tinggi Medan Nomor:533/Pid.sus/2015/PT-MDN (Banding Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor:1148/Pid.Sus/2015/PN-MDN).
Jurist-Diction (P-ISSN 2721-8392, E-ISSN 2655-8297), published by Universitas Airlangga, is licensed under the Creative Commons Attribution 4.0 International License (CC BY 4.0).
This license permits users to:
- Share – copy and redistribute the material in any medium or format;
- Adapt – remix, transform, and build upon the material for any purpose, including commercial use.
These freedoms are granted under the following conditions:
Attribution – You must provide appropriate credit, include a link to the license, and indicate if any changes were made. This may be done in any reasonable manner, but not in a way that suggests the licensor endorses you or your use.
No additional restrictions – You may not apply legal terms or technological measures that restrict others from exercising the rights granted under the license.
Note: As of Volume 5, No. 1 (2022), Jurist-Diction has adopted the Creative Commons Attribution 4.0 International License (CC BY 4.0), replacing its previous license (CC BY-NC-SA).