India's Strategy in Reducing Palm Oil Import and Its Impacts to Bilateral Trade with Indonesia

Import Commodity Palm Oil India Indonesia Bilateral Trade

Penulis

  • Tofan Mahdi
    tofan.mahdi@gmail.com
    SVP of Communication and Public Affairs PT Astra Agro Lestari Tbk., Indonesia

Selama satu dekade terakhir (2011-2021), India secara konsisten mencatat defisit perdagangan antara 10% - 20% dari total nilai perdagangan internasional. Dengan jumlah penduduk sekitar 1,4 miliar jiwa, nilai transaksi impornya yang lebih tinggi dari ekspornya membuat India sulit mencapai peningkatan pendapatan per kapita masyarakatnya yang signifikan. Seperti negara berkembang lainnya, India juga terjebak dalam jebakan pendapatan menengah, yang menghambat India untuk naik ke negara maju. Ternyata, defisit yang dilihat India pada total neraca perdagangannya juga terlihat pada neraca perdagangan bilateralnya dengan Indonesia. Komoditas yang diimpor India dari Indonesia antara lain bahan bakar mineral dan minyak mineral, lemak dan minyak nabati serta produk turunannya, produk kimia, besi dan baja. Lemak dan minyak nabati tersebut termasuk minyak sawit sebagai komoditas utama yang diimpor oleh India dari Indonesia. India merupakan importir minyak sawit terbesar kedua dari Indonesia setelah China. Untuk meningkatkan kinerja ekspor yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja, India berupaya mengurangi ketergantungan impor dari negara lain, termasuk minyak sawit dari Indonesia. Artikel ini mencoba menganalisis strategi pemerintah India dalam mengurangi defisit perdagangannya melalui pengurangan impor beberapa komoditas utama seperti kelapa sawit. Dalam konteks perdagangan bilateral, Indonesia sebagai salah satu mitra dagang utama India dan pengekspor minyak sawit terbesar ke India dapat terkena dampak dari strategi India tersebut. Indonesia perlu melakukan upaya diplomasi perdagangan secara efektif agar strategi India memangkas impor tidak terlalu berdampak pada kinerja ekspornya ke India.